Rabu, 24 November 2010

Tips motivasi

E. 6 Tips motivasi
Secara ringkas, motivasi adalah semangat pendorong untuk melakukan sesuatu. Berikut ini adalah beberapa tips motivasi yang semoga bermanfaat.
1. Selalu bersyukur akan apa yang kita dapatkan.
Mungkin hal ini adalah sederhana, namun sangat memotivasi diri kita saat kita terpukul atau terjatuh dengan target-target yang dinanti-nanti dan diharapkan untuk terjadi, tapi faktanya meleset. Pengungkapan syukur melalui 3 cara.
• Dengan hati. Lihatlah sekeliling kita yang ada dibawah kita. Yakin hal ini akan membuat hati kita lembut dan mensyukuri akan nikmat-nikmat yang oleh sebagian orang tidak dapat menikmatinya.
• Dengan lisan, dengan ucapkan alhamdulillah. Nikmat yang kita rasakan tidak akan kita peroleh tanpa seijin dari pemilik tubuh kita, pemilik jasad kita, juga pemilik ruh kita. Trus kita ini siapa? Kita adalah makhluk yang diberi pinjaman untuk dapat berkarya, dan membagikan kebahagiaan kepada orang lain.
• Dengan perbuatan. Syukur dengan membagikan kebahagiaan kepada orang lain. Rasakanlah kebahagiaan yang timbul saat kita dapat melihat kebahagiaan yang muncul melalui tangan kita. Ada rasa menyeruak dalam dada merasakan bahagia meski buliran air mata mengalir tidak terasa. Jika kita pernah merasakannya, ulangi ulangi dan ulangi.
2. Lakukan apa yang kita minati.
Hal ini akan memotivasi kita untuk melakukannya. Karena dengannya kita merasa enjoy, dan dengannya tak kan ada rasa bosan dan letih. Banyak dari saudara kita yang mereka bekerja karena tuntutan, bukan karena mereka menyukainya. Dari hasilnya kita akan tahu mana yang bekerja karena menyukainya, atau bekerja karena tuntutan. Orang bekerja dengan diikuti rasa senang, akan menambahkan detil-detil secara sukarela.
3. Jika tidak seperti yang kita inginkan.
Yakinkan pada diri sendiri, jika posisi ini adalah step awal menuju yang kita inginkan. Tentunya ada hikmahnya. Apapun keadaanannya. Tetap lakukan yang terbaik yang kita bisa, karena itu memperlihatkan kualitas kita.
4. Cermati, perhitungkan, dan tangkap peluang yang ada.
Setiap kita memiliki peluang-peluang menuju sukses. Namun hanya sedikit orang yang mampu memanfaatkan peluang itu. Terkadang kita melihat ada peluang, namun memiliki keterbatasan, misal keterbatasan modal, keterbatasan keahlian dan lain-lain. Itulah gunanya bermasyarakat, adanya berinteraksi, bersosialisasi, dan bertolong-menolong. Dengan bekerja sama tentu akan menghasilkan yang positif sesuai target dan keinginan bersama. Asah terus kemampuan untuk melihat peluang.
5. Berkumpul dengan orang yang bermotivasi.
Prinsip ini sama dengan istilah penjual minyak wangi akan berbau wangi dengan sendirinya.
6. Selalu dekatkan diri pada Allah.
Adakalanya dalam berusaha mengalami pasang surut. Hambatan dan rintangan dalam melangkah. Pastikan pada diri sendiri bahwa semua itu ada hikmahnya. Mungkin sajakan itu adalah cara Allah untuk mendidik kita. Kita tidak akan dididik seperti di bangku sekolah, tapi kita dididik melalui peristiwa-peristiwa. Kita akan mendapatkan pelajaran dari universitas yang skalanya lebih besar. yaitu universitas kehidupan.

Sumber:
http://www.resensi.net/6-tip-motivasi/2010/11/#more-877

Teori motivasi kontemporer

D. Teori motivasi kontemporer

David McClelland, pencetus Teori Kebutuhan
Teori motivasi kontemporer bukan teori yang dikembangkan baru-baru ini, melainkan teori yang menggambarkan kondisi pemikiran saat ini dalam menjelaskan motivasi karyawan.
Teori motivasi kontemporer mencakup:
Teori kebutuhan McClelland
1. Teori kebutuhan McClelland
dikembangkan oleh David McClelland dan teman-temannya[. Teori kebutuhan McClelland berfokus pada tiga kebutuhan yang didefinisikan sebagai berikut:
• kebutuhan pencapaian: dorongan untuk melebihi, mencapai standar-standar, berusaha keras untuk berhasil.
o kebutuhan kekuatan: kebutuhan untuk membuat individu lain berperilaku sedemikian rupa sehingga mereka tidak akan berperilaku sebaliknya.
o kebutuhan hubungan: keinginan untuk menjalin suatu hubungan antarpersonal yang ramah dan akrab.
2, Teori evaluasi kognitif
Teori evaluasi kognitif adalah teori yang menyatakan bahwa pemberian penghargaan-penghargaan ekstrinsik untuk perilaku yang sebelumnya memuaskan secara intrinsik cenderung mengurangi tingkat motivasi secara keseluruhan. Teori evaluasi kognitif telah diteliti secara eksensif dan ada banyak studi yang mendukung.
3. Teori penentuan tujuan
Teori penentuan tujuan adalah teori yang mengemukakan bahwa niat untuk mencapai tujuan merupakan sumber motivasi kerja yang utama. Artinya, tujuan memberitahu seorang karyawan apa yang harus dilakukan dan berapa banyak usaha yang harus dikeluarkan.
4. Teori penguatan
Teori penguatan adalah teori di mana perilaku merupakan sebuah fungsi dari konsekuensi-konsekuensinya jadi teori tersebut mengabaikan keadaan batin individu dan hanya terpusat pada apa yang terjadi pada seseorang ketika ia melakukan tindakan.



5. Teori Keadilan
Teori keadilan adalah teori bahwa individu membandingkan masukan-masukan dan hasil pekerjaan mereka dengan masukan-masukan dan hasil pekerjaan orang lain, dan kemudian merespons untuk menghilangkan ketidakadilan.
6. Teori harapan
Teori harapan adalah kekuatan dari suatu kecenderungan untuk bertindak dalam cara tertentu bergantung pada kekuatan dari suatu harapan bahwa tindakan tersebut akan diikuti dengan hasil yang ada dan pada daya tarik dari hasil itu terhadap individu tersebut.
7. Area motivasi manusia
Empat area utama motivasi manusia adalah makanan, cinta, seks, dan pencapaian. Tujuan-tujuan yang mendasari motivasi ditentukan sendiri oleh individu yang melakukannya, individu dianggap tergerak untuk mencapai tujuan karena motivasi intrinsik (keinginan beraktivitas atau meraih pencapaian tertentu semata-mata demi kesenangan atau kepuasan dari melakukan aktivitas tersebut), atau karena motivasi ekstrinsik, yakni keinginan untuk mengejar suatu tujuan yang diakibatkan oleh imbalan-imbalan eksternal




Sumber :

Teori-teori Motivasi

C. Teori-teori Motivasi
1. TEORI MOTIVASI ABRAHAM MASLOW (1943-1970)
Abraham Maslow (1943;1970) mengemukakan bahwa pada dasarnya semua manusia memiliki kebutuhan pokok. Ia menunjukkannya dalam 5 tingkatan yang berbentuk piramid, orang memulai dorongan dari tingkatan terbawah. Lima tingkat kebutuhan itu dikenal dengan sebutan Hirarki Kebutuhan Maslow, dimulai dari kebutuhan biologis dasar sampai motif psikologis yang lebih kompleks; yang hanya akan penting setelah kebutuhan dasar terpenuhi. Kebutuhan pada suatu peringkat paling tidak harus terpenuhi sebagian sebelum kebutuhan pada peringkat berikutnya menjadi penentu tindakan yang penting.

• Kebutuhan fisiologis (rasa lapar, rasa haus, dan sebagainya)
• Kebutuhan rasa aman (merasa aman dan terlindung, jauh dari bahaya)
• Kebutuhan akan rasa cinta dan rasa memiliki (berafiliasi dengan orang lain, diterima, memiliki)
• Kebutuhan akan penghargaan (berprestasi, berkompetensi, dan mendapatkan dukungan serta pengakuan)
• Kebutuhan aktualisasi diri (kebutuhan kognitif: mengetahui, memahami, dan menjelajahi; kebutuhan estetik: keserasian, keteraturan, dan keindahan; kebutuhan aktualisasi diri: mendapatkan kepuasan diri dan menyadari potensinya)

`Bila makanan dan rasa aman sulit diperoleh, pemenuhan kebutuhan tersebut akan mendominasi tindakan seseorang dan motif-motif yang lebih tinggi akan menjadi kurang signifikan. Orang hanya akan mempunyai waktu dan energi untuk menekuni minat estetika dan intelektual, jika kebutuhan dasarnya sudah dapat dipenuhi dengan mudah. Karya seni dan karya ilmiah tidak akan tumbuh subur dalam masyarakat yang anggotanya masih harus bersusah payah mencari makan, perlindungan, dan rasa aman.

2. TEORI MOTIVASI HERZBERG (1966)
Menurut Herzberg (1966), ada dua jenis faktor yang mendorong seseorang untuk berusaha mencapai kepuasan dan menjauhkan diri dari ketidakpuasan. Dua faktor itu disebutnya faktorhigiene (faktor ekstrinsik) dan faktor motivator (faktor intrinsik). Faktor higiene memotivasi seseorang untuk keluar dari ketidakpuasan, termasuk didalamnya adalah hubungan antar manusia, imbalan, kondisi lingkungan, dan sebagainya (faktor ekstrinsik), sedangkan faktor motivator memotivasi seseorang untuk berusaha mencapai kepuasan, yang termasuk didalamnya adalah achievement, pengakuan, kemajuan tingkat kehidupan, dsb (faktor intrinsik).

3. TEORI MOTIVASI DOUGLAS McGREGOR
Mengemukakan dua pandangan manusia yaitu teori X (negative) dan teori y (positif), Menurut teori x empat pengandaian yag dipegang manajer
a. karyawan secara inheren tertanam dalam dirinya tidak menyukai kerja
b. karyawan tidak menyukai kerja mereka harus diawasi atau diancam dengan hukuman untuk mencapai tujuan.
c. Karyawan akan menghindari tanggung jawab.
d. Kebanyakan karyawan menaruh keamanan diatas semua factor yang dikaitkan dengan kerja.

Kontras dengan pandangan negative ini mengenai kodrat manusia ada empat teori Y :
a. karyawan dapat memandang kerjasama dengan sewajarnya seperti istirahat dan bermain.
b. Orang akan menjalankan pengarahan diri dan pengawasan diri jika mereka komit pada sasaran.
c. Rata rata orang akan menerima tanggung jawab.
d. Kemampuan untuk mengambil keputusan inovatif.

4. TEORI MOTIVASI VROOM (1964)
Teori dari Vroom (1964) tentang cognitive theory of motivation menjelaskan mengapa seseorang tidak akan melakukan sesuatu yang ia yakini ia tidak dapat melakukannya, sekalipun hasil dari pekerjaan itu sangat dapat ia inginkan. Menurut Vroom, tinggi rendahnya motivasi seseorang ditentukan oleh tiga komponen, yaitu:
a. Ekspektasi (harapan) keberhasilan pada suatu tugas
b. Instrumentalis, yaitu penilaian tentang apa yang akan terjadi jika berhasil dalam melakukan suatu tugas (keberhasilan tugas untuk mendapatkan outcome tertentu).
c. Valensi, yaitu respon terhadap outcome seperti perasaan posistif, netral, atau negatif.Motivasi tinggi jika usaha menghasilkan sesuatu yang melebihi harapanMotivasi rendah jika usahanya menghasilkan kurang dari yang diharapkan



5.. Achievement TheoryTeori achievement Mc Clelland (1961),
yang dikemukakan oleh Mc Clelland (1961), menyatakan bahwa ada tiga hal penting yang menjadi kebutuhan manusia, yaitu:
• Need for achievement (kebutuhan akan prestasi)
• Need for afiliation (kebutuhan akan hubungan sosial/hampir sama dengan soscialneed-nya Maslow)
• Need for Power (dorongan untuk mengatur)

6. Clayton Alderfer ERG
Clayton Alderfer mengetengahkan teori motivasi ERG yang didasarkan pada kebutuhan manusia akan keberadaan (exsistence), hubungan (relatedness), dan pertumbuhan (growth). Teori ini sedikit berbeda dengan teori maslow. Disini Alfeder mngemukakan bahwa jika kebutuhan yang lebih tinggi tidak atau belum dapat dipenuhi maka manusia akan kembali pada gerakk yang fleksibel dari pemenuhan kebutuhan dari waktu kewaktu dan dari situasi ke situasi.



Sumberhttp://supiani.staff.gunadarma.ac.id/.../TEORI+TEORI+MOTIVASI.doc

Jenis-jenis Motivasi

B. Jenis-jenis Motivasi
Berikut ini dikemukakan uraian mengenai motif yang ada pada manusia sebagai faktor pendorong dari prilaku manusia.
• Motif Kekuasaan
Merupakan kebutuhan manusia untuk memanipulasi manusia lain melalui keunggulan-keunggulan yang dimilikinya. Clelland menyimpulkan bahwa motif kekuasaan dapat berfifat negatif atau positif. Motif kekuasaan yang bersifat negatif berkaitan dengan kekuasaan seseorang. Sedangkan motif kekuasaan yang bersifat positif berkaitan dengan kekuasaan social (power yang dipergunakan untuk berpartisipasi dalam mencapai tujuan kelompok).
• Motif Berprestasi
Merupakan keinginan atau kehendak untuk menyelesaikan suatu tugas secara sempurna, atau sukses didalam situasi persaingan (Chelland). Menurut dia, setiap orang mempunyai kadar n Ach (needs for achievement) yang berlainan. Karakteristik seseorang yang mempunyai kadar n Ach yang tinggi (high achiever) adalah :
1. Risiko moderat (Moderate Risks) adalah memilih suatu resiko secara moderat.
2. Umpan balik segera (Immediate Feedback) adalah cenderung memilih tugas yang segera dapat memberikan umpan balik mengenai kemajuan yang telah dicapai dalam mewujudkan tujuan, cenderung memilih tugas-tugas yang mempunyai criteria performansi yang spesifik.
3. Kesempurnaan (accomplishment) adalah senang dalam pekerjaan yang dapat memberikan kepuasaan pada dirinya.
4. Pemilihan tugas adalah menyelesaikan pekerjaan yang telah di pilih secara tuntas dengan usaha maiksimum sesuai dengan kemampuannya.

• Motif Untuk Bergabung
Menurut Schachter motif untuk bergabung dapat diartikan sebagai kebutuhan untuk berada bersama orang lain. Kesimpulan ini diperoleh oleh Schachter dari studinya yang mempelajari hubungan antara rasa takut dengan kebutuhan berafiliansi.

• Motif Keamanan (Security Motive)
Merupakan kebutuhan untuk melindungi diri dari hambatan atau gangguan yang akan mengancam keberadaannya. Di dalam sebuah perusahaan misalnya, salah satu cara untuk menjaga agar para karyawan merasa aman di hari tuanya kelak, adalah dengan memberikan jaminan hari tua, pesangon, asuransi, dan sebagainya.

• Motif Status (Status Motive)
Merupakan kebutuhan manusia untuk mencapai atau menduduki tingkatan tertentu di dalam sebuah kelompok, organisasi atau masyarakat. Parsons, seorang ahli sosiologi menyimpulkan adanya beberapa sumber status seseorang yaitu :
1. Keanggotaan di dalam sebuah keluarga. Misalnya, seorang anggota keluarga yang memperoleh status yang tinggi oleh karena keluarga tersebut mempunyai status yang tinggi di lingkungannya.
2. kualitas perseorangan yang termasuk dalam kualitas perseorangan antara lain karakteristik fisik, usia, jenis kelamin, kepribadian.
3. Prestasi yang dicapai oleh seseorang dapat mempengaruhi statusnya. Misalnya, pekerja yang berpendidikan, berpengalaman, mempunyai gelar, dsb.
4. Aspek materi dapat mempengaruhi status seseorang di dalam lingkungannya. Misalnya, jumlah kekayaan yang dimiliki oleh seseorang.
5. Kekuasaan dan kekuatan (Autoriry and Power). Dalam suatu organisasi, individu yang memiliki kekuasaan atau kewenangan yang formal akan memperoleh status yang lebih tinggi dibandingkan dengan individu-individu yang ada di bawahnya.

Selain dari teori-teori di atas, Teori Motivasi itu juga dapat dirumuskan kembali menjadi 3 kelompok, yaitu :
a. Teori Kepuasan ( Content Theory )
b. Teori Proses ( Process Theory )
c. Teori Pengukuhan ( Reinforcement Theory )

sumber : http://www.scribd.com/doc/7479473/TEORI-MOTIVASI

MOTIVASI DAN TUJUAN KELOMPOK

A. Definisi
Proses psikologis yang mencerminkan interaksi antara sikap, kebutuhan, persepsi dan keputusan yang terjadi pada diri seseorang, timbul dari dalam diri (intrinsik) atau dari luar diri (ekstrinsik) karena adanya rangsangan. Dengan dorongan kerja yang timbul pada diri seseorang untuk berperilaku dalam mencapai tujuan tersebut telah ditentukan oleh individu tersebut. Dimana satu usaha sadar itu untuk mempengaruhi perilaku seseorang agar mengarah pada tercapainya tujuan organisasi.
Motivasi juga dapat diartikan sebagai faktor pendorong yang berasal dalam diri manusia, yang akan mempengaruhi cara bertindak seseorang. Dengan demikian, motivasi kerja akan berpengaruh terhadap performansi pekerja.
Menurut Hilgard dan Atkinson, tidaklah mudah untuk menjelaskan motifasi sebab :
1. Pernyataan motif antar orang adalah tidak sama, budaya yang berbeda akan menghasilkan ekspresi motif yang berbeda pula.
2. Motif yang tidak sama dapat diwujudkan dalam berbagai prilaku yang tidak sama.
3. Motif yang tidak sama dapat diekspresikan melalui prilaku yang sama.
4. Motif dapat muncul dalam bentuk-bentuk prilaku yang sulit dijelaskan
5. Suatu ekspresi prilaku dapat muncul sebagai perwujudan dari berbagai motif.


Sumber :
1. http://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:bUz3nnLjyqcJ:klara_ia.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/9085/Handout%2BPsikologi%2BKelompok.pdf.pdf+ketertarikan+interpersonal&hl=id&gl=id&pid=bl&srcid=ADGEESjqIWVtOyhE-rUgvo8AxAX5E4zUR0GTa2BoA3jIcqZw1uFuHja17wF696Q9HRi2bREUpj31WTaa2F-v_JPV67rlGH8e8e1ZX6Su-3GoY2AdKDheeVFXzsGRnU3WZLtSMY9cAR46&sig=AHIEtbS8fuxttMxcGZAg1l6SPua-J2mYeg

2. http://www.scribd.com/doc/7479473/TEORI-MOTIVASI

Kamis, 18 November 2010

Contoh Pengaruh Sosial

Pengaruh kuat teman sebaya merupakan hal penting yang tidak dapat diremehkan dalam masa remaja. Hal ini memperlihatkan bahwa individu akan berperilaku apa saja sesuai dengan kehendak kelompoknya, dengan kata lain perilaku atau pendirian individu bisa dipengaruhi oleh kelompok di mana dia berada. Faktor yang berperan penting terhadap kohesivitas peer group pada remaja yaitu kecerdasan emosional. Remaja yang tidak memiliki kecerdasan emosional akan mempunyai perilaku sosial yang tidak bertanggung jawab serta tidak mampu menyesuaikan diri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: Hubungan antara kecerdasan emosional dengan kohesivitas peer group pada remaja. Hipotesis yang diajukan: ada hubungan positif antara kecerdasan emosional dengan kohesivitas peer group Subjek dalam penelitian ini adalah siswa-siswi kelas X SMU Muhammadiyah I Sragen yang terdiri dari 2 kelas (kelas XA dan XC) sejumlah 80 siswa. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah cluster random sampling. Pengumpulan data menggunakan skala kecerdasan emosional dan skala kohesivitas peer group. Metode analisis data menggunakan analisis korelasi product moment. Berdasarkan hasil analisis data di peroleh nilai korelasi (r) sebesar 0,458 dengan p = 0,000 (p < 0,01) artinya ada hubungan positif yang sangat signifikan antara kecerdasan emosional dengan kohesivitas peer group. Hal ini berarti semakin tinggi/baik kecerdasan emosional maka semakin tinggi kohesivitas peer group dan sebaliknya. Hal ini berarti variabel kecerdasan emosional dengan aspek-aspek yang ada di dalamnya dapat dijadikan sebagai variabel bebas untuk memprediksikan atau mengukur kohesivitas peer group. Sumbangan efektif variabel kecerdasan emosional terhadap kohesivitas peer group sebesar 20,9%. Berdasarkan hasil analisis diketahui kecerdasan emosional mempunyai rerata empirik sebesar 93,650 dan rerata hipotetik sebesar 92,5 yang berarti kecerdasan emosional pada subjek penelitian tergolong sedang. Artinya subjek aspek-aspek kecerdasan emosional belum secara optimal menjadi pembentuk karakter perilaku subjek penelitian dalam kehidupan sehari-hari.. Adapun variabel kohesivitas peer group diketahui rerata empirik sebesar 103,000 dan rerata hipotetik sebesar 112,5 yang berarti kohesivitas peer group pada subjek penelitian tergolong sedang. Artinya perilaku dalam kehidupan sehari-harinya belum sepenuhnya mengaplikaskan aspek-aspek kohesivitas peer group yang terdiri dari interaksi, pengaruh sosial, produktivitas kelompok dan kepuasan. Penelitian ini menyatakan ada hubungan positif antara kecerdasan emosional dengan kohesivitas peer group pada remaja. Namun demikian masih ada variabel-variabel lain yang dapat mempengaruhi kohesivitas peer group selain variabel kecerdasan emosional.

sumber :

http://etd.eprints.ums.ac.id/5955/

Kohesivitas dan Produktivitas

E. Kohesivitas dan Produktivitas

Konsep produktivitas kerja dapat dilihat dari dua dimensi, yaitu dimensi individu dan dimensi organisasian. Dimensi individu melihat produktivitas dalam kaitannya dengan karakteristik-karakteristik kepribadian individu yang muncul dalam bentuk sikap mental dan mengandung makna keinginan dan upaya individu yang selalu berusaha untuk meningkatkan kualitas kehidupannya. Sedangkan dimensi keorganisasian melihat produktivitas dalam kerangka hubungan teknis antara masukan (input) dan keluaran (out put). Oleh karena itu dalam pandangan ini, terjadinya peningkatan produktivitas tidak hanya dilihat dari aspek kuantitas, tetapi juga dapat dilihat dari aspek kualitas.
Kedua pengertian produktivitas tersebut mengandung cara atau metode pengukuran tertentu yang secara praktek sukar dilakukan. Kesulitan-kesulitan itu dikarenakan, pertama karakteristik-karakteristik kepribadian individu bersifat kompleks, sedangkan yang kedua disebabkan masukan-masukan sumber daya bermacam-macam dan dalam proporsi yang berbeda-beda. Produktivitas kerja sebagai salah satu orientasi manajemen dewasa ini, keberadaannya dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap produktivitas pada dasarnya dapat diklasifikasikan kedalam dua jenis, yaitu pertama faktor-faktor yang berpengaruh secara langsung, dan kedua faktor-faktor yang berpengaruh secara tidak langsung.



Sumber :
http://massofa.wordpress.com/2008/04/02/pengertian-dan-faktor-faktor-yang-mempengaruhi-produktivitas-kerja/

Kohesivitas dan Pengaruh Sosial

D. Kohesivitas dan Pengaruh Sosial
Kohesivitas dapat didefinisikan sebagai kekuatan yang mendorong anggota kelompok untuk tetap tinggal di dalam kelompok dan mencegahnya meninggalkan kelompok. Selanjutnya kohesivitas kelompok juga dapat didefinisikan sebagai tingkat yang menggambarkan suatu kelompok yang anggotanya mempunyai pertalian dengan anggota lainnya dan keinginan untuk tetap menjadi bagian dari kelompok tersebut, (Kidwell, Mossholder, dan Bennet dalam Kim dan Taylor, 2001).
Jadi, tanpa adanya suatu kohesivitas dalam diri seseorang maka tidak akan terbentuk suatu kelompok tertentu. Dan dalam kelompok tersebut pasti terdapat pengaruh sosial yang dapat mempengaruhi suatu kelompok terjadi. Dibawah ini merupakan contoh dari kohesivitas pengaruh sosial
Contoh :
Pengaruh kuat teman sebaya merupakan hal penting yang tidak dapat diremehkan dalam masa remaja. Hal ini memperlihatkan bahwa individu akan berperilaku apa saja sesuai dengan kehendak kelompoknya, dengan kata lain perilaku atau pendirian individu bisa dipengaruhi oleh kelompok di mana dia berada. Faktor yang berperan penting terhadap kohesivitas peer group pada remaja yaitu kecerdasan emosional. Remaja yang tidak memiliki kecerdasan emosional akan mempunyai perilaku sosial yang tidak bertanggung jawab serta tidak mampu menyesuaikan diri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: Hubungan antara kecerdasan emosional dengan kohesivitas peer group pada remaja. Hipotesis yang diajukan: ada hubungan positif antara kecerdasan emosional dengan kohesivitas peer group Subjek dalam penelitian ini adalah siswa-siswi kelas X SMU Muhammadiyah I Sragen yang terdiri dari 2 kelas (kelas XA dan XC) sejumlah 80 siswa. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah cluster random sampling. Pengumpulan data menggunakan skala kecerdasan emosional dan skala kohesivitas peer group. Metode analisis data menggunakan analisis korelasi product moment. Berdasarkan hasil analisis data di peroleh nilai korelasi (r) sebesar 0,458 dengan p = 0,000 (p < 0,01) artinya ada hubungan positif yang sangat signifikan antara kecerdasan emosional dengan kohesivitas peer group. Hal ini berarti semakin tinggi/baik kecerdasan emosional maka semakin tinggi kohesivitas peer group dan sebaliknya. Hal ini berarti variabel kecerdasan emosional dengan aspek-aspek yang ada di dalamnya dapat dijadikan sebagai variabel bebas untuk memprediksikan atau mengukur kohesivitas peer group. Sumbangan efektif variabel kecerdasan emosional terhadap kohesivitas peer group sebesar 20,9%. Berdasarkan hasil analisis diketahui kecerdasan emosional mempunyai rerata empirik sebesar 93,650 dan rerata hipotetik sebesar 92,5 yang berarti kecerdasan emosional pada subjek penelitian tergolong sedang. Artinya subjek aspek-aspek kecerdasan emosional belum secara optimal menjadi pembentuk karakter perilaku subjek penelitian dalam kehidupan sehari-hari.. Adapun variabel kohesivitas peer group diketahui rerata empirik sebesar 103,000 dan rerata hipotetik sebesar 112,5 yang berarti kohesivitas peer group pada subjek penelitian tergolong sedang. Artinya perilaku dalam kehidupan sehari-harinya belum sepenuhnya mengaplikaskan aspek-aspek kohesivitas peer group yang terdiri dari interaksi, pengaruh sosial, produktivitas kelompok dan kepuasan. Penelitian ini menyatakan ada hubungan positif antara kecerdasan emosional dengan kohesivitas peer group pada remaja. Namun demikian masih ada variabel-variabel lain yang dapat mempengaruhi kohesivitas peer group selain variabel kecerdasan emosional.



Sumber : http://etd.eprints.ums.ac.id/5955/

Kohesivitas dan Interaksi

C. Kohesivitas dan Interaksi
Perilaku kelompok merupakan respon-respon anggota kelompok terhadap struktur sosial kelompok dan norma yang diadopsinya. Perilaku kolektif merupakan tindakan seseorang oleh karena pada saat yang sama berada pada tempat dan berperilaku yang sama pula.
Mengapa seseorang bergabung dalam kelompok?
Ada dua alasan seseorang bergabung dalam kelompok. Pertama, untuk mencapai tujuan yang bila dilakukan sendiri tujuan itu tidak tercapai. Kedua, dalam kelompok seseorang dapat tepuaskan kebutuhannya dan mendapatkan reward soaial seperti rasa bangga, rasa dimiliki, cinta, pertemanan, dsb. Besarnya anggota kelompok akan mempengaruhi interaksi dan keputusan yang dibuatnya. Brainstorming dalam mengambil keputusan kelompok akan efektif bila anggota kelompoknya 5-10 orang. Kohesivitas kelompok merupakan derajat dimana anggota kelompok saling menyukai, memiliki tujuan yang sama, dan ingin selalu mendambakan kehadiran anggota lainnya. Biasanya kohesivitas ini dikaitkan dengan produktivitas kelompok. Namun tidak semua bentuk kohesivitas kelompok ini berdampak positif, karena anggota bisa merasa tertekan untuk selalu conform terhadap norma kelompok.

sumber :
http://suryanto.blog.unair.ac.id/2009/02/11/perilaku-kelompok-dan-individu/

KOHESIVITAS

A. Definisi
Collins dan Raven (1964) : kekuatan yang mendorong anggota kelompok untuktetap tinggal di dalam kelompok dan mencegahnya meninggalkan kelompok. Selanjutnya kohesivitas kelompok juga dapat didefinisikan sebagai tingkat yang menggambarkan suatu kelompok yang anggotanya mempunyai pertalian dengan anggota lainnya dan keinginan untuk tetap menjadi bagian dari kelompok tersebut, (Kidwell, Mossholder, dan Bennet dalam Kim dan Taylor, 2001). Kelompok dengan tingkat kohesivitasnya tinggi menyebabkan individu cenderung lebih sensitif kepada anggota lainnya dan lebih mau untuk membantu dan menolong mereka (Scachter, Ellertson, McBride, danGregory dalam Kim dan Taylor, 2001). Kohesivitas kelompok dipengaruhi oleh jumlah waktu yang dihabiskan bersama oleh para anggota kelompok, tingkat kesulitan dari penerimaan anngota baru dalam kelompok, ukuran kelompok, ancaman eksternal yang mungkin, dan sejarah keberhasilan dan kegagalan kelompok di masa lalu.

B. Alat Ukur
1. Ketertarikan interpersonal antar anggota
2. Ketertarikan anggota pada kegiatan dan fungsi kelompok
3. Sejauh mana anggota tertarik pada kelompok sebagai alat untuk
memuaskan kebutuhan personalnya (Mc David dan Harary)

Kelompok yang makin kohesif, maka:
• tingkat kepuasan makin besar
• anggota merasa aman dan terlindungi
• komunikasi lebih efektif, bebas, terbuka dan sering
• makin mudah terjadi konformitas → anggota makin mudah tunduk pada norma kelompok dan makin tidak toleran pada devian.

Sumber :
http://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:bUz3nnLjyqcJ:klara_ia.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/9085/Handout%2BPsikologi%2BKelompok.pdf.pdf+ketertarikan+interpersonal&hl=id&gl=id&pid=bl&srcid=ADGEESjqIWVtOyhE-rUgvo8AxAX5E4zUR0GTa2BoA3jIcqZw1uFuHja17wF696Q9HRi2bREUpj31WTaa2F-v_JPV67rlGH8e8e1ZX6Su-3GoY2AdKDheeVFXzsGRnU3WZLtSMY9cAR46&sig=AHIEtbS8fuxttMxcGZAg1l6SPua-J2mYeg

http://eprints.ums.ac.id/673/1/05-Falikhatun.pdf

Selasa, 09 November 2010

Teori-teori Group-think

Teori groupthink dikembangkan oleh Irvin L. Janis dan teman-temannya yang diangkat dari sebuah pengujian secara mendetil mengenai efektifitas pengambilan keputusan dalam kelompok. Penekanan pemikiran kritis, Janis menunjukkan suatu kondisi yang membawa kepuasan kelompok yang tinggi namun hasil yang tidak efektif.
Janis menggunakan istilah groupthink untuk menunjukkan suatu mode berpikir sekelompok orang yang sifatnya kohesif (terpadu) ketika usaha-usaha keras yang dilakukan anggota-anggota kelompok untuk mencapai kata mufakat telah mengesampingkan motivasinya untuk menilai alternatif-alternatif tindakan secara realistis. Dari sinilah groupthink didefinisikan sebagai suatu situasi dalam proses pengambilan keputusan yang menunjukkan tumbuhnya kemerosotan efisiensi mental, pengujian realitas, dan penilaian moral yang disebabkan oleh tekanan-tekanan kelompok.
Groupthink didefinisikan sebagai suatu cara pertimbangan yang digunakan anggota kelompok ketika keinginan mereka akan kesepakatan melampaui motivasi mereka dalam menilai semua rencana tindakan yang ada. Kesepakatan antar anggota kelompok atau kesepakatan kelompok dalam keinginan mereka akan kekompakan dan kesepakatan serta mencapai sebuah tujuan atau keputusan lebih besar motivasinya dibandingkan menilai akan kebenaran keputusan tersebut terhadap moral dan etis kelompok yang berlaku.
Irving Janis berpendapat bahwa anggota-anggota kelompok seringkali terlibat di dalam sebuah gaya pertimbangan dimana sebuah kebutuhan semua orang untuk sepakat lebih berat dibandingkan akal sehat. Yaitu seperti jika kita di dalam sebuah kelompok, biasanya kita hanya berkeinginan untuk mencapai suatu tujuan itu lebih penting, dibanding menghasilkan solusi pemecahan masalah yang masuk akal.
Dalam hal teori groupthink ini, dapat ditemukan pada keputusan Presiden SBY menonaktifkan Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan. Keputusan Presiden SBY ini merupakan keputusan kelompok, dimana SBY sebagai pengambil keputusan tertinggi, tidak bisa melepaskan pengaruh kelompok lingkarannya dan juga Partai Demokrat. Terlepas keputusan ini adalah juga hasil dari tekanan kelompok diluar Partai Demokrat, seperti Partai Golkar, menyusul kasus Bail Out bank century yang kuat sekali tekanan politik terhadap posisi politik Presiden SBY sendiri.
Dalam hal ini Irving Janis memfokuskan penelitiannya pada Problem-Solving Group dan task-oriented group, yang mempunyai tujuan utamanya yaitu untuk mengambil keputusan dan memberikan rekomendasi kebijakan akan solusi-solusi yang ada. Berikut merupakan 3 asumsi penting dalam Groupthink Theory :
1. Terdapat kondisi-kondisi di dalam kelompok yang mempromosikan kohesivitas tinggi.
2. Pemecahan masalah kelompok pada intinya merupakan proses yang terpadu.
3. Kelompok dan pengambilan keputusan oleh kelompok seringkali bersifat kompleks.
Dalam penelitiannya, Janis menemukan pemikiran kelompok dapat menimbulkan sesuatu yang negatif karena:
1) Kelompok membatasi diskusi berdasarkan ide alternatif yang sudah ditentukan dan menutup kemungkinan atas ide kreatif lainnya. Sehingga keputusan kelompok yang diambil cenderung datar karena tidak ada penggalian ide yang mendalam.
2) Tidak adanya pengkajian ulang atas ide awal yang dikemukakan oleh segelintir individu pemilik power terbesar dalam kelompok.
3) Pengabaian pendapat minoritas.
4) Tidak melibatkan seorang pakar atau ahli bidang yang dibutuhkan dalam membuat atau pengambilan keputusan.
5) Memusatkan perhatian hanya pada informasi yang mendukung pengambilan keputusan.
6) Kelompok terlalu percaya diri pada keputusan yang dibuat sehingga tidak meyiapkan alternatif untuk menghadapi hal buruk yang mungkin terjadi.
Kasus Sri Mulyani dapat dengan terang menjelaskan asumsi-asumsi diatas, dimana, kohesivitas terjadi pada saat keputusan ini diambil. Terlihat bagaimana kader-kader Partai Demokrat mempertahankan keputusan itu secara bersama-sama dan solid pada setiap kesempatan berkomunikasi dengan publik dan media. Akibat dari diambilnya kebijakan tersebut oleh Presiden SBY, dan dilanjutkan dengan dibentuknya Sekretariat Bersama Partai-Partai Koalisi, dengan Ketua Hariannya adalah Aburizal Bakrie, semakin menguatkan opini pada publik, bahwa Sri Mulyani sengaja dikorbankan oleh Presiden SBY untuk mempertahankan stabilitas kekuasaan dan pemerintahannya dari tekanan oposisi dan Partai-Partai koalisi yang dalam kasus Century berbalik menekan dan bergabung dengan pihak oposisi. Hal ini semakin merendahkan wibawa Presiden RI dengan mengalah pada tekanan-tekanan politis yang dari sisi hukum positif belum tentu benar. Bahwa keputusan yang diambil tidaklah melalui pertimbangan ahli, mengabaikan pendapat kalangan perbankan dan moneter, dan juga bisa dianggap mengorbankan reformasi birokrasi didalam tubuh kementerian Keuangan yang sedang dijalankan dengan keras oleh Sri Mulyani. Bagaimana rasa keadilan publik menjadi terganggu, ketika seorang petinggi partai golkar mengatakan bahwa dengan mundurnya Sri Mulyani dan pembentukan Sekretariat Bersama ini, kasus century dapat dihentikan. Hal ini mendukung opini yang berkembang bahwa telah terjadi sebuah transaksi politik pada elit pimpinan negeri ini yang mengarah pada Kartel Politik, dimana pada Kartel Politik, yang dikorbankan adalah rakyat.
Secara teori, kesemuanya itu disebabkan kurangnya pemikiran kritis dalam kelompok yang kohesif dan kepercayaan diri yang berlebih dari kelompok. Hal ini ditandai dengan beberapa gejala yaitu yang pertama adalah kekebalan ilusi (illusion of invulnerability) dimana menciptakan sebuah udara optimisme yang tidak semestinya. Yang kedua adalah kelompok menciptakan usaha kolektif untuk merasionalisasikan serangkaian tindakan yang telah ditetapkan. Ketiga adalah kelompok menjaga sebuah kepercayaan yang tidak terpatahkan dalam moralitas yang inherent, melihat dirinya sendiri yang termotivasi dan bekerja untuk hasil yang terbaik. Gejala yang keempat adalah pemimpin yang berasal dari luar kelompok di-stereotype-kan sebagai jahat, lemah, dan bodoh. Kelima adalah tekanan langsung mendesak anggota untuk tidak mengungkapkan pendapat yang berlawanan. Perselisihan akan cepat padam yang akan membawa pada gejala ke enam yaitu sensor diri (self cencorship) dari pertentangan, dimana anggota enggan bmenyampaikan pendapat yang berlawanan dan menekan mereka untuk mengambil posisi yang sama. Gejala yang ketujuh adalah adanya ilusi kesepakatan (ilusi unanimity) bersama dalam kelompok. Jika keputusan telah diambil maka muncul pemikiran waspada (mindguards) untuk melindungi kelompok dan pemimpin dari opini yang berlawanan dan informasi yang tidak diinginkan.
Pada akhirnya, berkaitan dengan kasus Sri Mulyani ini, gejala-gejala diatas dapat ditemukan secara jelas. Bagaimana Presiden SBY menebarkan optimisme yang dangkal, bahwa Sri Mulyani pergi ke World Bank adalah sebuah prestasi, padahal jabatan tersebut beberapa kali ditolak oleh Sri Mulyani. Kemudian, kelompok pendukung Presiden dan kader-kader Partai Demokrat juga memperkuat hal ini dalam setiap kesempatan komunikasi di media. Tidak adanya bocoran informasi dari dalam kelompok Presiden SBY dan kader partai. Kemudian juga, bagaimana dihembuskannya isu tentang Aburizal Bakrie, sebagai penyebab mundurnya Sri Mulyani, yang memang memiliki beberapa masalah dalam bidang keuangan dan kasus lapindo, dengan Sri Mulyani selaku Menteri Keuangan. Semua gejala tersebut sangat jelas dapat kita terjemahkan dari kasus tersebut.
Janis mengusulkan beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi kritis groupthink, yakni:
1. Mendorong semua anggota kelompok untuk mengevaluasi secara kritis dalam setiap kegiatan pengambilan keputusan.
2. Pemimpin kelompok tidak menyatakan pendapatnya dimuka umum pada awal kegiatan sebelum pengambilan keputusan.
3. Menyusun pembuatan kebijakan kelompok yang independen dan bebas dari pengaruh dominasi segelintir individu.
4. Membagi dalam kelompok kecil
5. Berdiskusi dengan kelompok lain untuk mengumpulkan pendapat atau mendapatkan alternatif pemecahan masalah
6. Mengundang pihak lain (akademisi, peniliti atau konsultan) untuk mendapatkan ide-ide baru
7. Menghargai individu yang memiliki ide berbeda dengan anggota kelompok pada umumnya
8. Lebih peka terhadap lingkungan kelompok secara internal dan eksternal
9. Selalu mengevaluasi dan mengkaji kembali kebijakan yang akan dibuat, sebelum diambil keputusan akhir
Seharusnya, Presiden SBY bisa lebih arif dalam mengambil keputusan berkaitan dengan Sri Mulyani. Bahwa integritas Sri Mulyani, baik dalam hal kompetensi bidang moneter maupun pada profesionalitas profesi, sangat diakui didalam negeri maupun diluar negeri, yang seharusnya memberikan alasan untuk mempertahankan Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan. Jika saja keputusan tersebut melibatkan lebih banyak orang, kader Partai Demokrat, ahli hukum, politik dan ekonomi, serta bisa lebih peka pada kondisi negara yang sangat membutuhkan pemimpin-pemimpin yang memiliki profesionalitas dan integritas yang tinggi dan lebih menekankan pada kepentingan yang lebih besar daripada sekedar mempertahankan stabilitas kekuasaannya, mungkin tidak harus dengan mendorong Sri Mulyani menjadi pejabat di World Bank, tapi tetap memimpin Kementerian Keuangan dan melanjutkan reformasi Birokrasi pada institusi yang sangat penting bagi Republik Indonesia dan juga menjadi penentu dalam kemampuan finansial pemerintah dalam menjalankan roda kenegaraan.

Sumber : http://edukasi.kompasiana.com/2010/06/16/group-think-theory-on-group-communication/

Groupthink 2

Groupthink :
• Grup A sangat rentan terhadap groupthink ketika anggota yang mirip di latar belakang, ketika kelompok terisolasi dari pendapat luar, dan ketika tidak ada aturan yang jelas untuk pengambilan keputusan.
• Deskripsi lain, yang berlaku untuk proyek-proyek pendidikan dan kelompok, adalah bahwa "groupthink adalah suatu proses gradualisme yang berusaha menggabungkan lembut pengikut menjadi paket dengan para pemimpin, harapan adalah bahwa para pemimpin akan menarik mereka yang biasanya berada pada rendah akhir skala motivasi dan prestasi.
• Kelompok mengalami groupthink tidak mempertimbangkan semua alternatif dan mereka keinginan kebulatan dengan mengorbankan kualitas keputusan. Komunikasi Kelompok kecil.

Sumber : http://ind.proz.com/kudoz/english_to_indonesian/psychology/3069925-groupthink.html

GROUPTHINK

B. GROUPTHINK
Groupthink merupakan proses pengambilan keputusan yang terjadi pada sangat kohesif dimana anggota-anggotanya berusaha mempertahankan konsensus kelompok sehingga kemampuan kritisnya menjadi tidak efektif lagi. Dan biasanya terjadi apabila keadaanny sangat mendesak atau deadline.
Gejala:
1. Pencarian kesepakatan yang terlalu dini
a. Tingginya tekanan konformitas
b. Sensor diri terhadap ide-ide yang tidak disetujui
c. Adanya minguard
• Gate keeping : mencegah informasi dari luar agar jangan sampai mempengaruhi kesepakatan kelompok
• Dissent containment : mengabaikan mereka-mereka yang memiliki ide-ide yang bertentangan dengan kesepakatan
d. Persetujuan yang tampak
2. Ilusi dan mispersepsi
a. Ilusi invulnerability → kelompok selalu benar dan kuat
b. Ilusi moral
c. Persepsi bias tentang out group → buas, jelek, dll
d. Collective rationalizing

Penyebab:
• kohesi yang ekstrem
• isolasi, leadership dan konflik decisional
• proses polarisasi
Pencegahan:
1. Membatasi pencarian keputusan secara dini
a. meningkatkan open inquiry
b. kepemimpinan yang efektif
c. multiple group → subgroup
2. Mengoreksi mispersepsi dan error
a. mengakui keterbatasan
b. empati
c. pertemuan ‘kesempatan kedua’
3. Menggunakan teknik-teknik keputusan yang efektif
Tahap I : kelompok harus terima tantangan dengan memilih solusi
yang mungkin terbaik
Tahap II : kelompok harus mencari alternatif solusi dengan membuat
daftar
Tahap III : evaluasi sistematik terhadap alternatif-alternatif pada
tahap-tahap hasil = konsensus
Tahap IV : mengubah konsensus menjadi keputusan
Tahap V : mematuhi keputusan yang diambi

Sumber : http://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:bUz3nnLjyqcJ:klara_ia.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/9085/Handout%2BPsikologi%2BKelompok.pdf.pdf+ketertarikan+interpersonal&hl=id&gl=id&pid=bl&srcid=ADGEESjqIWVtOyhE-rUgvo8AxAX5E4zUR0GTa2BoA3jIcqZw1uFuHja17wF696Q9HRi2bREUpj31WTaa2F-v_JPV67rlGH8e8e1ZX6Su-3GoY2AdKDheeVFXzsGRnU3WZLtSMY9cAR46&sig=AHIEtbS8fuxttMxcGZAg1l6SPua-J2mYeg

Contoh Deindividuasi

DEINDIVIDUASI BIKERS MOGE

Dua pekan terakhir dunia milis dan media elektronik tanah air diwarnai dengan berita seputar tingkah laku menyebalkan dari para pengendara motor gede )Moge) berkelir Harley Davidson (HD). Ini diawali dari imel yang dikirim oleh Sarie Fabriane yang disebar melalui milis dan mengungkapkan kejengkelannya sebagai korban tingkah laku urakan gerombolan tersebut.
Seperti yang diungkap oleh tabloid Otomotif (edisi 43:XV), sebagian isi imel itu adalah sebagai berikut: “…masih sulit akal saya untuk menolerir aksi gagahan mereka yang mentang-mentang itu. Pikiran kotor saya hanya sempat mengira, mereka hanyalah kumpulan begundal-begundal impoten yang mencari kompensasi dengan mengangkangi moge. Sehingga tercapailah ilusi kegagahan diri!!…”
Dari situlah Otomotif berusaha menjawab pertanyaan apakah benar bahwa perilaku kasar yang ditunjukkan itu adalah kompensasi untuk menutupi kekurangan dan kelemahan diri? Seorang pengajar Psikologi Sosial Universitas Indonesia bernama Cicilia Yeti Prawasti MSi, berhasil dimintai pendapat tentang ini oleh tabloid mingguan ini. Beberapa pendapatnya tentang kelakuan bikers moger tersebut adalah dapat dirangkum sebagai berikut:
Bahwa Tidak semua kompensasi itu bernilai negatif, tetap ada kompensasi bernilai positif. Kompensasi negatif bisa saja terjadi namun dengan prosentase kecil berupa aktualisasi diri yakni keinginan untuk mengatasi inferioritas atau perasaan diri seseorang.

Sedangkan perilaku arogan dalam kasus ini hendaknya ditinjau dari sisi psikologi social bukan ditinjau dari sisi kompensasi. Secara psikologi sosial, dalam kelompok telah terjadi deindividuasi. Yakni indentitas diri seseorang berkurang, melebur, dan digantikan dengan identitas kelompok.
Cicilia melanjutkan: ”Di dalam kelompok seseorang cenderung tidak ada yang memperhatikan secara individual. Sehingga ia berani melakukan hal-hal yang belum tentu dia berani lakukan saat sendiri. Apalagi dengan menggunakan pakaian dan motor gede, perasaannya menjadi berubah.” Kesimpulannya adalah perilaku kasar tidak semata-mata berarti kompensasi seseorang untuk menutupi kelemahannya. Demikian Otomotif.
Nah, itulah sedikit pandangan psikologis terhadap para pengendara moge. Namun demikian jika kita melihat adanya deindividuasi maka perubahan perangai (kalau bisa disebut demikian) itu tidak hanya dimonopoli oleh pengendara moge seperti HD belaka. Perangai itu pun bisa dilakukan pula oleh pengendara motor lainnya walaupun tidak tergabung dalam suatu kelompok atau klub berdasarkan kesamaan merek. Apalagi di Jakarta ini yang jumlah motornya setiap hari bisa mencapai jutaan unit mengarungi jalanan di pagi atau sore harinya.
Contoh deindividuasi ini seringkali terjadi dengan perilaku pelanggaran lalu lintas yang dilakukan secara berjama’ah berupa dengan berhenti melewati tanda batas zebra cross, melawan arus, menyelonong pintu perlintasan kereta api, melewati trotoar, selap-selip, dan lain sebagainya.

Perlu ditekankan di sini sekali lagi adalah perilaku itu dilakukan dengan berjama’ah, bersama-sama, berkelompok, bareng-bareng. Sama dengan yang dilakukan oleh para pengendara moge. Namun ada perbedaan yang mencolok di sini.
Deindividuasi yang dilakukan oleh masing-masing individu dari bikers moge ini dilandasi dari semangat eksklusivitas yang tinggi. Merasa bahwa motor yang mereka naiki tidak sembarang orang bisa memilikinya, mahal, barang impor, dan berkelas. Walaupun disadari atau tidak banyak dari motor tersebut adalah barang-barang gelap yang sengaja diselundupkan tanpa membayar PPnBM dan Bea Masuk ke kas Negara dan surat-suratnya bodong hanya mengandalkan surat sakti dari klub.
Ditambah dengan banyaknya pejabat (contoh salah satunya Fahmi Idris) dan artis (Indro Warkop) yang karena hobi atau sengaja direkrut menjadi petinggi dan pengurus klub, dan dijadikan sebagai pelindung atau humas bahkan pelegitimasi (untuk tidak disebut sebagai bemper) atas segala aktivitas mereka.
Apalagi privilege yang mereka dapatkan sangat-sangat terkesan eksklusif seperti pengawalan yang dilakukan oleh voreijder, melenggang kangkung di jalan tol, dan menyetop seenaknya pengguna jalan lain yang dirasa mengganggu perjalanan. Maka lengkap sudah kesombongan itu, dan pada akhirnya dari semua itu mudah saja terjadi deindividuasi pada kelompok itu. Poinnya adalah bahwa ada ego berjama’ah yang timbul akibat keserbaadaan yang mereka miliki.

Sedangkan untuk deindividuasi yang dilakukan oleh para pengendara motor lainnya dengan tingkah laku berlalu lintas yang kacau dan berantakan itu ada banyak penyebabnya, ini dilihat dari kacamata saya yang tentunya juga adalah pelaju minimal 50km lebih setiap harinya dengan motor kecil (mocil MegaPro)—kalau dibandingkan dengan HD, dan ini yang menyebabkan perbedaan mencolok.
Bahwa yang pasti mocil ini (dalam kasus Jakarta) bukan karena mereka tergabung dalam satu klub. Mereka membawa motor yang kebanyakan dibeli secara kredit di showroom-showroom atau tenda-tenda. Ada rasa senasib sepenanggungan yang disadari atau tidak seringkali muncul tiba-tiba. Bahwa mereka kepanasan, kehujanan, dan dengan resiko besar mengalami kecelakaan yang berakibat fatal bila motor itu jatuh.
Ditambah pula dengan seringkali mandi asap knalpot dari kendaraan lain. Sungguh kontras sekali dengan kenyamanan yang diperoleh dari mereka yang mengendarai mobil pribadi. Dengan kesenjangan kenyamanan dan yang paling penting adalah adanya kesenjangan keselamatan yang begitu mencolok maka wajar pula rasa senasib dan sepenanggungan itu muncul.
Dari rasa itu seringkali kita melihat bagaimana solidaritas muncul di saat salah satu dari mereka mengalami kecelakaan, apalagi kalau kecelakaan itu disebabkan karena ditabrak oleh kendaraan pribadi. Maka selain memberikan pertolongan pertama kepada korban juga ada tindakan deindividuasi yang dilakukan dengan sama-sama menonton, mengerumuni, atau yang lebih buruk adalah mengeroyok supirnya.
Seringkali pula mereka berhenti tanpa bersalah di bawah jembatan layang di saat hujan turun dengan derasnya. Maka terjadilah kemacetan panjang yang disebabkan oleh itu. Gerutuan dari para pemilik mobil pun berhamburan, tanpa mereka sadari bahwa kalau motor itu punya kap seperti mobil tentu tidak akan berhenti di tempat itu. Dan masih banyak lagi contoh lainnya.
Jadi, walaupun kita sama-sama sepakat bahwa tingkah laku buruk dari akibat deindividuasi pada kelompok moge HD dengan kelompok pengendara mocil tidak bisa dibiarkan begitu saja, tapi tentu ada perbedaan yang mencolok di antaranya. Yakni untuk yang pertama bahwa deindividuasi terjadi karena ada semangat ekslusivitas yang tinggi dan berakhir pada kesombongan. Sedangkan pada yang kedua deindividuasi terjadi karena adanya rasa senasib, sepenanggungan, sependeritaan, dan ketertindasan.

Sumber :
http://dirantingcemara.wordpress.com/2007/12/12/deindividuasi-bikers-moge/

DEINDIVIDUASI

MASALAH-MASALAH DALAM KELOMPOK

A. DEINDIVIDUASI
Deindividuasi merupakan proses hilangnya kesadaran individu karena melebur didalam kelompok → pikiran kolektif.
Misalnya apabila kita sedang dalam suatu kelompok pasti kita otomatis akan aktif dalam kelompok tersebut. Walapun ada hal-hal atau sesuatu yang bisa membuat kita menjadi tidak konsentrasi dalam kelompok tersebut tetapi perhatian kita akan tetap fokus pada kelompok itu. Jadi, apabila seseorang yang sedang dalam keadaan tidak konsen dalam suatu kelompok, maka ia proses kesadarannya akan hilang dan melebur (terpecahkan) begitu saja.

Perspektif Teoritis
1. Teori Perilaku Kolektif
Kolektif : kumpulan individu yang lebih daripada skedar agregrat, tapi juga
bukan kelompok sebenarnya
Tipe kolektif:
a. Social Agregrat : collective outburst (riots, mobs, dsb)
b. Collective Movement : organisasi politik, kampanye nasional, dsb

Didalam teori perilaku kolektif terdapat beberapa teori lagi, antara lain :
a. Teori Konvergen
Agregrat mewakili orang dengan kebutuhan, keinginan dan emosi situasi crowd
memicu pelepasan spontan dari perilaku-perilaku yang sebelumnya terkontrol.
b. Teori Contagion (Penularan)
Emosi dan perilaku dapat ditransmisi ‘(ditular)’ dari satu orang ke orang lain
sehingga orang cenderung berperilaku sangat mirip dengan orang lain.
c. Teori Emergent-Norm (Perkembangan Norma)
Teori gabungan konvergen – contagion, crowd, mob dan kolektif lainnya hanya
kelihatan setuju sepenuhnya dalam emosi dan perilaku karena anggotanya patuh
pada norma yang relevan dalam situasi tertentu.

2. Teori Deindividuasi
Penyebab:
1. Rendahnya identiafibilitas seseorang
2. Rasa keanggotaan dalam kelompok
3. Ukuran kelompok → semakin besar, semakin mudah terdeindividuasi
4. Kebangkitan personil → amarah


Sumber : http://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:bUz3nnLjyqcJ:klara_ia.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/9085/Handout%2BPsikologi%2BKelompok.pdf.pdf+ketertarikan+interpersonal&hl=id&gl=id&pid=bl&srcid=ADGEESjqIWVtOyhE-rUgvo8AxAX5E4zUR0GTa2BoA3jIcqZw1uFuHja17wF696Q9HRi2bREUpj31WTaa2F-v_JPV67rlGH8e8e1ZX6Su-3GoY2AdKDheeVFXzsGRnU3WZLtSMY9cAR46&sig=AHIEtbS8fuxttMxcGZAg1l6SPua-J2mYeg

Selasa, 02 November 2010

Forming, Storming, Norming, Performing

Tim Baru Membantu Lakukan Efektif, Cepat.


Psikolog Bruce Tuckman pertama kali datang dengan kalimat berkesan "forming, storming, norma dan melakukan" kembali pada tahun 1965. Dia menggunakannya untuk menjelaskan jalan menuju kinerja tinggi yang tim yang paling ikuti. Kemudian, ia menambahkan tahap kelima yang ia sebut "menangguhkan" (dan lain-lain sering menyebutnya "berkabung" -! Itu sajak lebih baik).
Tim awalnya harus melalui tahapan "membentuk" di mana anggotanya adalah positif dan sopan. Beberapa anggota yang cemas, karena mereka belum bekerja tahu persis apa kerja tim akan melibatkan. Lainnya hanya gembira tentang tugas di depan. Sebagai pemimpin, Anda memainkan peran yang dominan pada tahap ini: peran anggota lain dan tanggung jawab yang kurang jelas.
Tahap ini biasanya cukup singkat, dan mungkin hanya berlangsung satu pertemuan di mana orang yang diperkenalkan kepada satu-sama lain. Pada tahap ini mungkin ada diskusi tentang bagaimana tim akan bekerja, yang bisa membuat frustasi untuk beberapa anggota yang hanya ingin melanjutkan tugas tim.
Segera, realitas set dan Anda tim bergerak ke fase "storming". otoritas Anda mungkin ditantang sebagai orang lain joki untuk posisi dan peran mereka dijelaskan. Cara kerja mulai didefinisikan dan, sebagai pemimpin, Anda harus sadar bahwa beberapa anggota mungkin merasa kewalahan oleh berapa banyak yang ada untuk melakukan, atau tidak nyaman dengan pendekatan yang digunakan. Beberapa mungkin bereaksi dengan mempertanyakan bagaimana berharga tujuan tim ini, dan dengan menolak mengambil tugas. Ini adalah tahap ketika banyak tim gagal, dan bahkan mereka yang tetap dengan tugas mungkin merasa bahwa mereka berada di suatu roller coaster emosional, ketika mereka mencoba untuk fokus pada pekerjaan di tangan tanpa dukungan proses didirikan atau hubungan dengan rekan-rekan mereka.
Secara bertahap, tim bergerak ke tahap "norma", sebagai hirarki didirikan. Anggota tim datang untuk menghormati otoritas Anda sebagai seorang pemimpin, dan lain-lain menunjukkan kepemimpinan di daerah tertentu. Sekarang anggota tim saling mengenal lebih baik, mereka mungkin sosialisasi bersama-sama, dan mereka dapat meminta satu sama lain untuk membantu dan memberikan kritik konstruktif. Tim ini mengembangkan komitmen kuat untuk tujuan tim, dan Anda mulai melihat kemajuan yang baik ke arah itu.
Sering ada tumpang tindih antara storming berkepanjangan dan norma perilaku: Sebagai tugas baru datang, tim dapat terjerumus kembali ke panggung khas perilaku storming, tapi ini akhirnya mati keluar. Ketika tim mencapai "performing" panggung, kerja keras mengarah langsung ke kemajuan terhadap visi bersama tentang tujuan mereka, didukung oleh struktur dan proses yang telah dibentuk. Masing-masing anggota tim dapat bergabung atau meninggalkan tim tanpa mempengaruhi budaya pertunjukan.
Sebagai pemimpin, Anda dapat mendelegasikan sebagian besar pekerjaan dan dapat berkonsentrasi pada anggota tim berkembang. Menjadi bagian dari tim pada tahap ini terasa "mudah" dibandingkan dengan sebelumnya pada. Proyek tim ada hanya untuk suatu periode tertentu, dan bahkan tim tetap dapat dibubarkan melalui restrukturisasi organisasi. Sebagai pemimpin tim, perhatian Anda adalah baik untuk tujuan tim dan anggota tim. Putus tim bisa stres bagi semua pihak dan "menangguhkan" atau "berkabung" tahap penting dalam mencapai kedua tujuan tim dan kesimpulan pribadi.
Dan pecahnya tim bisa sulit bagi anggota yang suka rutin atau yang telah mengembangkan hubungan kerja yang erat dengan anggota tim lainnya, terutama jika peran masa depan mereka atau bahkan pekerjaan yang terlihat tidak pasti.


Sumber : http://www.mindtools.com/pages/article/newLDR_86.htm

Kesimpulan

Proses Dalam Kelompok

Tahapan-tahapan yang terjadi dalam kelompok biasanya dilakukan sesuai dengan individunya. Dalam arti individunya ketika sedang berada dalam situasi kelompok yang nyaman, aman, tentram, dan lain-lain yang memang membuat kelompok tersebut menjadi unik.

Terdapat 4 tahapan dalam proses kelompok, diantaranya :
1.tahap forming
2.tahap storming
3.tahap norming
4.tahap performing


I. TAHAP FORMING
A. Pandangan Psikoanalisis
Freud : orang bergabung dalam kelompok karena keanggotaan dapat memuaskan kebutuhan dasar biologis dan psikologis tertentu
Ada 2 proses pembentukan kelompok, yaitu:
1. Identifikasi
energi emosi individu (libido) diarahkan ke dirinya dan orang lain. Individu menjadikan orang lain (orang tua) sebagai model egonya → EGO IDEAL. Penerimaan orang tua sebagai objek kasih sayang anak akan membentuk ikatan yang kuat → kepuasan melalui sense of belonging, kesalingtergantungan, perlindungan terhadap ancaman luar dan meningkatkan self development.
2. Transferen
bagaimana pembentukan kelompok pada masa awal kehidupan individu mempengaruhi perilaku kelompok selanjutnya. Individu melihat pemimpin kelompok sebagai figur otoritas sebagaimana individu menganggap orang tuanya.

B. Pandangan Sosiobiologi
Menurut pandangan ini, orang bergabung dengan kelompok untuk memuaskan keinginan yang kuat untuk berafiliasi secara biologis. Didasarkan teori evolusi dari Charles Darwin : bergabung dengan anggota lain dari satu spesies merupakan ekspresi strategi yang stabil secara evolusioner dan kultural dari individu yang dapat meningkatkan rerata kesuksesan reproduksi.
C. Pandangan Proses Pembandingan Sosial
Leon Festinger (1950, 1954) : orang membutuhkan orang lain karena mereka
membutuhkan informasi tentang diri mereka dan lingkungan mereka dan
kebutuhan akan informasi. Ini hanya dapat dipenuhi dari orang lain. Individu
membandingkan diri mereka dengan orang lain tentang keyakinan, opini dan
sikap mereka → apakah benar, valid, sesuai.

D. Pandangan Pertukaran Sosial
Model ketertarikan kelompok, dengan mempertimbangkan :
1. reward
2. cost
→ minimax principle (berusaha untuk mendapatkan reward yang sebesar-
besarnya dan mengurangi cost yang sekecil-kecilnya).


II. TAHAP STORMING : KONFLIK DALAM KELOMPOK
Munculnya disagreement, pertengkaran dan friksi diantara anggota kelompok
yang melibatkan kata-kata, emosi dan tindakan.
Tahap-tahap perkembangan konflik:
1. Disagreement
perlu segera diindentifikasi disagreementnya:
• apakah benar-benar ada atau sekedar kesalahpahaman
• apakah perlu segera ditangani atau terselesaikan sendiri
• jika benar-benar ada dan menyangkut beberapa faktor situasional
Minor
2. Confrontation
• dua orang atau lebih saling bertentangan → verbal attack.
• diakhir tahap ini, tingkat koalisi (sub kelompok dalam kelompok) dimana anggota kelompok menjadi terpolarisasi (membentuk blok-blok).
3. Esclation
• pada tahap ini, anggota kelompok menjadi semakin kasar, suka memaksa, mengancam, sampai pada kekerasan fisik → timbul mosi tidak percaya (distrust), frustasi dan negatif reciprocity.
4. Deesclation
• berkurang atau menurunnya konflik
• anggota mulai sadar waktu dan energi yang terbuang sia-sia dengan berdebat
Mekanisme pengolahan konflik:
a. Negosiasi : secara interpersonal sengan asumsi bahwa tiap orang akan
mendapatkan keuntungan dengan adanya situasi
- distributive issues : negosiasi berhasil, satu pihak puas, pihak yang lain
mengikuti karena pihak yang lain itu memiliki power
- integrative issues : negosiasi berhasil, kedua pihak merasa puas (win
win solution)
b. Membangun kepercayaan : dengan mengkomunikasikan keinginan
individu secara hati-hati dan harus konsisten antara apa yang diomongkan
dengan perilaku aktualnya

5. Conflict Resolution
• tiap konflik sampai pada tahap ini, meskipun tidak semua pihak puas akan hasilnya

Penyebab konflik :
1. Interdepence
• tidak semua interdependence menyebabkan konflik, jika:
a. ada kerjasama antar anggota dalam interdepence shg konflik ↓
b. ada kompetisi antar anggota dalam interdepence shg konflik ↑
Deutch (1949):
• pure cooperation → promotive interdependence : dengan menolong
• pure competition → contrient interdependence : anggota bisa meraih
tujuannya hanya jika anggota lain gagal memilihnya
2. Influence stategies
• strategi-strategi untuk mempengaruhi orang lain, ancaman, hukuman dan negatif reinforcement → meningkatkan konflik
3. Misunderstanding dan misperception

III.TAHAP NORMING : PEMBENTUKAN STRUKTUR KELOMPOK
1. Peran (role)
Peran (role) merupakan perilaku yang biasanya ditampilkan orang sebagai
anggota kelompok yang menyediakan basis harapan berkaitan dengan perilaku
orang dalam posisi yang bervariasi dalam kelompok.

Perbedaan peran :
Task roles → tugas
Socioemotional roles → sosioemosi

Teori 3 dimensi peran :
a. dominance – submission
b. friendly – unfriendly
c. instrumentally controlled – emotionally eupressive

Konflik peran :
• interrole : konflik antara 2 atau lebih peran yang dijalani oleh 1 orang
• intrarole : konflik antara peran 1 orang dengan peran orang lain

2. Norma (norm)
Norma (norm) merupakan aturan-aturan yang menggambarkan tindakan-
tindakan yang seharusnya diambil oleh anggota kelompok.

3. Hubungan antar anggota
→ otoritas, hubungan ketertarikan, hubungan komunikasi

IV. TAHAP PERFORMING : BEKERJA BERSAMA DALAM KELOMPOK
Percobaan Norman Triplett (1897) tentang fasilitasi sosial yaitu situasi dimana
kehadiran orang lain akan meningkatkan kinerja seseorang.


A. Coaction Paradigm
→ beberapa orang melakukan tugas dan ditempat yang sama, tetapi tidak saling
berinteraksi, misalnya: ujian dikelas
B. Audience Paradigm (passive spectators)
→ kehadiran orang lain justru menghambat kinerja, misalnya: menghapal
pelajaran ditengah orang banyak

Penelitian Robert Zajonc:
Respon dominan
→ fasilitasi sosial yang ada meningkatkan kinerja seseorang, maka respon
dominan itu sesuai
Respon nondominan
→ fasilitasi sosial yang ada menurunkan kinerja seseorang, maka respon
dominan itu tidak sesuai

Penyebab fasilitasi sosial:
1. adanya dorongan
2. kekhawatiran akan penilaian (evaluasi) orang lain
3. distraksi (perhatian yang terpecah)

Performance Dalam K0065lompok yang Berinteraksi
Tipologi tugas dari Steiner didasarkan pada kombinasi antara:
- jenis-jenis tugas yang dapat dibagi
- jenis-jenis hasil yang diinginkan
- prosedur-prosedur individu dalam memberi masukan

Memprediksi Performance Kelompok Klasifikasi tugas penting karena:
• tipe tipe tugas yang berbeda memerlukan sumber daya yang berbeda
• jika anggota kelompok mempunyai sumberdaya tersebut maka akan sukses
Tipologi tugas menurut Steiner
1. Divisible : subtugas dapat dibagi-bagi kepada beberapa anggota
2. Unitary >< divisible : satu tugas hanya dikerjakan satu orang saja
3. Maximazing : yang diutamakan adalah produk atau kuantitas maksimal
4. Optimazing : yang terutama adalah kinerja atau kualitas optimum
5. Additive : adanya penambahan input individual untuk menghasilkan produk
kelompok
6.Compensatory : rata-rata penilaian individu untuk menghasilkan produk
kelompok
7. Disjunctive : kelompok harus mempunyai satu jawaban spesifik terhadap tipe
masalah ya atau tidak
8. Conjuctive : semua anggota harus melakukan tindakan yang spesifik sebelum
tugas selesai dengan sempurna
9. Discretionary : jika anggota bebas memilih, metode mana yang disukainya
dengan mengkombinasikan input individualnya

Meningkatkan performance kelompok:
1. Proses komunikasi
2. Proses perencanaan → strategi-strategi kinerja
3. Prosedur-prosedur khusus:
a. Brainstorming, terdapat 4 syarat utama:
• expressiveness : bebas mengekspresikan apa saja yang ada dalam benak kita
• nonevaluative : tidak ada pendapat yang baik atau buruk, semua pendapat berharga
• quantity : semakin banyak ide, semakin kreatif
• building : ide-ide yang disampaikan seperti puzzle (ide-ide tersebut masih kasar, harus disusun dulu)
b. Nominal Group Technique (NGT)
→ pemimpin memberikan permasalahan ke forum lalu ditulis di whiteboard. Setiap orang disuruh maju ke whiteboard untuk menuliskan gagasan lalu dipilih mana yang paling baik
c. Delphi Technique
→ pemimpin membuat kuesioner, anggota disuruh mengisi kuesioner tersebut. Setelah diisi dikembalikan ke pemimpin lalu diberi feedback, dikembalikan lagi ke anggota, demikian terus menerus sampai ditemukan solusi yang baik
d. Synectics (bahasa Yunani = bergabung bersamanya elemen- elemen yang berbeda dan nampaknya tidak relevan) → bentuk spesial dari brainstorming. Kita disuruh berpikir lebih kreatif, berpikir secara divergen, dapat memberikan ide bermacam- macam.


Ke empat tahapan termasuk termasuk ke dalam tahapan-tahapan proses dasar yang terjadi dalam kelompok. dimana setiap orang pasti memiliki tahapan proses yang berbeda sesuai dengan kebutuhannya.


Sumber : http://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:bUz3nnLjyqcJ:klara_ia.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/9085/Handout%2BPsikologi%2BKelompok.pdf.pdf+ketertarikan+interpersonal&hl=id&gl=id&pid=bl&srcid=ADGEESjqIWVtOyhE-rUgvo8AxAX5E4zUR0GTa2BoA3jIcqZw1uFuHja17wF696Q9HRi2bREUpj31WTaa2F-v_JPV67rlGH8e8e1ZX6Su-3GoY2AdKDheeVFXzsGRnU3WZLtSMY9cAR46&sig=AHIEtbS8fuxttMxcGZAg1l6SPua-J2mYeg

TAHAP PERFORMING

IV. TAHAP PERFORMING : BEKERJA BERSAMA DALAM KELOMPOK
Percobaan Norman Triplett (1897) tentang fasilitasi sosial yaitu situasi dimana kehadiran orang lain akan meningkatkan kinerja seseorang. Dan akan menjadikan suasana dalam kerja menjadi aman, nyamanm dan lain-lain.


A. Coaction Paradigm
→ beberapa orang melakukan tugas dan ditempat yang sama, tetapi tidak saling berinteraksi, misalnya: ujian dikelas. Maksudnya, apabila sedang UTS & UAS pasti kita akan ditempatkan ditempat yang sama, tetapi tidak diijinkan oleh pengawas untuk saling contek mencotek, saling meminjam alat tulis, dan lain-lain. Yang penting tidak boleh berinteraksi antara yang satu dengan yang lainnya.
B. Audience Paradigm (passive spectators)
→ kehadiran orang lain justru menghambat kinerja, misalnya: menghafal
pelajaran ditengah orang banyak. Setiap orang memiliki gaya belajar yang berbeda-beda. Apabila sedang menhafal suatu pelajaran yang ingin diujiankan dalam kondisi yang ramai, pasti itu akan mengambat proses belajar kita dengan baik.

Penelitian Robert Zajonc:
Respon dominan
→ fasilitasi sosial yang ada meningkatkan kinerja seseorang, maka respon
dominan itu sesuai
Respon nondominan
→ fasilitasi sosial yang ada menurunkan kinerja seseorang, maka respon
dominan itu tidak sesuai

Penyebab fasilitasi sosial:
1. adanya dorongan
2. kekhawatiran akan penilaian (evaluasi) orang lain
3. distraksi (perhatian yang terpecah)

Performance Dalam kelompok yang berinteraksi
Tipologi tugas dari Steiner didasarkan pada kombinasi antara:
- jenis-jenis tugas yang dapat dibagi
- jenis-jenis hasil yang diinginkan
- prosedur-prosedur individu dalam memberi masukan

Memprediksi Performance Kelompok Klasifikasi tugas penting karena:
• tipe tipe tugas yang berbeda memerlukan sumber daya yang berbeda
• jika anggota kelompok mempunyai sumberdaya tersebut maka akan sukses

Tipologi tugas menurut Steiner
1. Divisible : subtugas dapat dibagi-bagi kepada beberapa anggota
2. Unitary >< divisible : satu tugas hanya dikerjakan satu orang saja
3. Maximazing : yang diutamakan adalah produk atau kuantitas maksimal
4. Optimazing : yang terutama adalah kinerja atau kualitas optimum
5. Additive : adanya penambahan input individual untuk menghasilkan produk
kelompok
6.Compensatory : rata-rata penilaian individu untuk menghasilkan produk
kelompok
7. Disjunctive : kelompok harus mempunyai satu jawaban spesifik terhadap tipe
masalah ya atau tidak
8. Conjuctive : semua anggota harus melakukan tindakan yang spesifik sebelum
tugas selesai dengan sempurna
9. Discretionary : jika anggota bebas memilih, metode mana yang disukainya
dengan mengkombinasikan input individualnya

Meningkatkan performance kelompok:
1. Proses komunikasi
2. Proses perencanaan → strategi-strategi kinerja
3. Prosedur-prosedur khusus:
a. Brainstorming, terdapat 4 syarat utama:
• expressiveness : bebas mengekspresikan apa saja yang ada dalam benak kita
• nonevaluative : tidak ada pendapat yang baik atau buruk, semua pendapat berharga
• quantity : semakin banyak ide, semakin kreatif
• building : ide-ide yang disampaikan seperti puzzle (ide-ide tersebut masih kasar, harus disusun dulu)
b. Nominal Group Technique (NGT)
→ pemimpin memberikan permasalahan ke forum lalu ditulis di whiteboard. Setiap orang disuruh maju ke whiteboard untuk menuliskan gagasan lalu dipilih mana yang paling baik
c. Delphi Technique
→ pemimpin membuat kuesioner, anggota disuruh mengisi kuesioner tersebut. Setelah diisi dikembalikan ke pemimpin lalu diberi feedback, dikembalikan lagi ke anggota, demikian terus menerus sampai ditemukan solusi yang baik
d. Synectics (bahasa Yunani = bergabung bersamanya elemen- elemen yang berbeda dan nampaknya tidak relevan) → bentuk spesial dari brainstorming. Kita disuruh berpikir lebih kreatif, berpikir secara divergen, dapat memberikan ide bermacam- macam.



Sumber : http://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:bUz3nnLjyqcJ:klara_ia.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/9085/Handout%2BPsikologi%2BKelompok.pdf.pdf+ketertarikan+interpersonal&hl=id&gl=id&pid=bl&srcid=ADGEESjqIWVtOyhE-rUgvo8AxAX5E4zUR0GTa2BoA3jIcqZw1uFuHja17wF696Q9HRi2bREUpj31WTaa2F-v_JPV67rlGH8e8e1ZX6Su-3GoY2AdKDheeVFXzsGRnU3WZLtSMY9cAR46&sig=AHIEtbS8fuxttMxcGZAg1l6SPua-J2mYeg

TAHAP NORMING

TAHAP NORMING : PEMBENTUKAN STRUKTUR KELOMPOK
Ada tiga, antara lain :
1. Peran (role)
Peran (role) merupakan perilaku yang biasanya ditampilkan orang sebagai anggota kelompok yang menyediakan basis harapan berkaitan dengan perilaku orang dalam posisi yang bervariasi dalam kelompok.
Misalnya, peran seorang ayah dalam sebuah kelompok (keluarga). Kita tahu peran seorang ayah dalam sebuah keluarga sangatlah penting, mengapa? Karena, peran seorang ayah yang paling utama adalah sebagai kepala keluarga yang bisa menjaga keluarganya dari apapun. Dan tugas tersebut pasti sangatlah berta dan patut dipertanggungjawabkan.
Perbedaan peran :
Task roles → tugas
Socioemotional roles → sosioemosi

Teori 3 dimensi peran :
a. dominance – submission
b. friendly – unfriendly
c. instrumentally controlled – emotionally eupressive
Konflik peran :
• interrole : konflik antara 2 atau lebih peran yang dijalani oleh 1 orang
• intrarole : konflik antara peran 1 orang dengan peran orang lain



2. Norma (norm)
Norma (norm) merupakan aturan-aturan yang menggambarkan tindakan- tindakan yang seharusnya diambil oleh anggota kelompok. Norma yang ada dalam kelompok maupun norma yang ada dalam negara, keluarga, sekolah maupun lingkungan masyarakat itu sama-sama aturan yang harus kita taati, patuhi, dan jalankan. Setiap individu wajib mentaati norma-norma yang berlaku. Apabila tidak mentaati norma tersebut pasti akan mendapatkan hukuman sesuai dengan kesalahan yang telah diperbuat.
Misalnya, apabila dalam sebuah kelompok untuk mengerjakan tugas yang telah ditentukan oleh dosen. Kita sebagai mahasiswa harus berperan penting dan mengikuti semua peraturan (norma) yang telah ditentuka dalam tugas tersebut, agar tugasnya menjadi lebih baik.

3. Hubungan antar anggota
→ otoritas, hubungan ketertarikan, hubungan komunikasi. Hubungan antar anggota sebenarnya bisa terjalin dengan baik, apabila setiap anggotanya bisa melakukan tugasnya dengan baik dan saling kerja sama antara yangsatu dengan yang lainnya.


Sumber : http://docs.google.com/viewer?a=v&q=cache:bUz3nnLjyqcJ:klara_ia.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/9085/Handout%2BPsikologi%2BKelompok.pdf.pdf+ketertarikan+interpersonal&hl=id&gl=id&pid=bl&srcid=ADGEESjqIWVtOyhE-rUgvo8AxAX5E4zUR0GTa2BoA3jIcqZw1uFuHja17wF696Q9HRi2bREUpj31WTaa2F-v_JPV67rlGH8e8e1ZX6Su-3GoY2AdKDheeVFXzsGRnU3WZLtSMY9cAR46&sig=AHIEtbS8fuxttMxcGZAg1l6SPua-J2mYeg